Ads 468x60px

Tuesday, December 21, 2010

HEGEMONI AS DAN RENAISANS ISLAM

HEGEMONI AS DAN RENAISANS ISLAM
Oleh: Kiki Mikail, SQ.

Dewasa ini sikap arogansi Amerika Serikat sangat terlihat sekali dalam kebijakan politik luar negerinya, utamanya terhadap negara negara Islam. Kesombongan dan keangkuhan tersebut dapat kita saksikan dalam bukunya mantan Menlu AS Henry Kissinger yang berjudul does America need a Foreign Policy? Toward a Diplomacy for The twenty-First Century (2001). Kissinger mengekspresikannya dengan ungkapan yang tepat mengenai apa yang sedang mendominasi atmosfer politik AS. Ia menulis, AS di penghujung abad ini tengah dan akan selalu menikmati kedigdayaannya yang bahkan belum pernah dirasakan oleh imperium terbesar manapun (Persia, Romawi, Yunani Kuno dan Khilafah Islam) pada permulaan sejarah ; Amerika bisa menguasai dominasi yang tidak tertandingi di seluruh penjuru dunia.
Berkaitan dengan kekuatan dan strategi militernya, Kissinger menambahkan,Angkatan bersenjata AS tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan mudah dari Eropa Utara hingga Asia Tenggara, bahkan pangkalan-pangkalan ini akan berubah karena intervensi AS atas nama perdamaian menjadi kebutuhan militer yang permanen. Ia pun tak lupa menulis, AS adalah sumber dan penjaga institusi demokrasi di muka bumi ini. AS bisa menguasai sistem moneter internasional dengan kucuran akumulasi modal investasi yang jauh lebih besar, dengan kepuasan yang jauh menarik minat para investor, serta pasar ekspor asing yang sangat luas. Kebudayaan bangsa AS juga menjadi standar di seluruh pelosok dunia.
Upaya Amerika Serikat untuk menggenggam kekuasaan di seluruh dunia bukan lagi sesuatu keinginan yang bisa ditutup-tutupi. Setelah keruntuhan kekuatan Komunisme yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet, satu-satunya penghalang besar bagi terwujudnya keinginan Amerika untuk menguasai dunia adalah Islam. Kekuatan dunia Islam sendiri berpusat di Timur Tengah, Afrika dan di beberapa Negara Asia Tenggara Seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam mendorong Amerika Serikat perlu melakukan upaya penangkalan dini. Realisasinya adalah dengan ‘melahirkan’ suatu kekuatan tertentu di kawasan Timur Tengah yang bisa menjadi ‘tangan kanan’ terdekat Amerika dalam mengendalikan perkembangan politik social yang terjadi di kawasan tersebut. Kekuatan yang dimaksud adalah Israel, sebuah negara yang dibentuk melalui suatu perjanjian rahasia dan dalam perkembangannya sangat membutuhkan dukungan dari Amerika.
Dalam pembelajaran mengenai Realisme, pembahasan hubungan kedua negara ini (US dan Israel) menjadi sangat penting, sebab banyak pengimplementasian konsep-konsep Realisme di dunia nyata yang terkandung dalam hubungan akrab Amerika Serikat-Israel ini, yang pada gilirannya akan membantu memudahkan dalam memahami fenomena hubungan internasional. Hubungan tersebut bagi Amerika merupakan bagian upaya memperkuat hegemoni sekaligus pencapaian self-interest, sedangkan bagi Israel, kedekatannya dengan Amerika Serikat sangat mendukung keberlangsungan hidupnya (survival).
Tim Dunne dan Brian C. Schmidt menjelaskan hegemoni sebagai suatu penyebaran pengaruh yang dilakukan negara super power terhadap negara lainnya. Dominasi dan Pengaruh Amerika Serikat memang tak pelak lagi sudah bisa dikatakan mendunia.
Kekuatan militer dan ekonomi menjadi pendukung utama Amerika dalam menanamkan pengaruhnya ke negara-negara lain khususnya negara-negara dunia ketiga dan Islam. Salah satu buktinya adalah dengan diizinkannya pasukan Amerika menggunakan wilayah Turki saat memporak-porandakan Irak.
tantangan terbesar bagi Amerika adalah kecenderungan menguatnya kekuatan Islam di dunia dengan didasarkan beberapa hal: keyakinan umat Islam bahwa antara muslim yang satu dengan muslim lainnya adalah bersaudara; kepemilikan minyak yang melimpah oleh negara-negara Islam (baik negara yang berdasarkan Islam maupun yang mayoritas penduduknya beragama Islam); dan terakhir, perkembangan energi nuklir di Republik Islam Iran.
Keyakinan umat Islam akan persaudaraan dan solidaritas yang ditunjukkan oleh sesama muslim nampak di antaranya melalui demonstrasi besar-besaran oleh umat Islam di berbagai penjuru dunia saat Amerika selalu membantu Israel untuk mengeksploitasi umat muslim di Palestina dan Lebanon.
Samuel P. Huntington, Professor dari Harvard University dalam thesisnya ‘The Clash of civilizations and the Remaking of World Order’ mengutarakan bahwa sumber utama konflik dunia saat ini bukan lagi ideologi atau ekonomi, melainkan budaya.
Kondisi tersebut, menurut Huntington didukung dengan kekuatan ekonomi negara-negara Islam yang berbasis pada kepemilikan sumber-sumber minyak, suatu komoditas yang begitu penting bagi dunia, temasuk bagi Amerika sendiri. Hal ini menjadi capabilities tersendiri bagi kekuatan Islam yang dengannya bisa memegang ekonomi dunia secara keseluruhan.
Perkembangan terakhir mengenai kepemilikan teknologi nuklir Iran (yang terakhir perkembangannya dibicarakan di Jenewa Swis), setelah sebelumnya Pakistan, semakin mempersulit Amerika dalam menancapkan, serta memperdalam, hegemoninya, terutama atas negara-negara Islam. Bagi Amerika, memiliki teknologi nuklir berarti berpeluang untuk memproduksi senjata nuklir, dan itu berarti ada kekuatan baru yang mulai dapat menyaingi kekuatan militer Amerika. Karenanya lengkap sudah faktor pendukung kekuatan Islam, atau lebih tepatnya seperti apa yang dikemukakan Bernard Lewis, kebangkitan kembali Islam (Islamic Revivalism), yang mampu memberikan hambatan besar dalam penyebaran hegemoni Amerika di muka bumi ini.
Kawasan Timur Tengah yang menjadi basis kekuatan Islam merupakan kawasan yang memerlukan ‘penanganan’ lebih oleh Amerika. karenanya AS melihat perlu ada suatu ‘kekuatan baru’ yang dilahirkan untuk menyeimbangkan kekuatan (menciptakan balance of power) di kawasan Timteng tersebut. Kekuatan tersebut adalah Israel, yang secara rutin tiap tahun memperoleh bantuan militer dari AS sebesar 2,4 milyar USD.
Dalam upaya membangun kekuatannya, Israel memiliki teknologi nuklir yang sudah jelas diarahkan pada pembuatan senjata nuklir. Terdapat setidaknya 200 hulu ledak nuklir yang dimiliki Israel. Israel pelan-pelan kini telah bermetamorfosis menjadi ‘senjata’ ampuh dan balance of power AS untuk mengendalikan kawasan tersebut.. Namun tetap, hal ini mendapat tantangan dari kekuatan Islam, terlebih dengan pendudukan Israel di tanah Palestina yang tentu akan semakin melecut ketegangan, yang pasti akan berdampak pula pada hegemoni Amerika di Timur Tengah.
Keberadaan Israel sangat tergantung pada dukungan Amerika. Sesaat setelah perjanjian Balfour ditandatangani pada tanggal 2 Februari 1917, presiden Amerika langsung memberikan konferensi pers yang intinya menyatakan kebanggaan dan dukungannya atas berdirinya negara Israel. Tanggal 14 mei 1948, hanya berselang sepuluh menit terbentuknya negara Israel, Presiden Amerika harry S. Truman langsung mengumumkan sikap resmi negaranya dengan mengakui negara Israel dan langsung membuka hubungan diplomatik secara resmi. Bahkan pada tanggal 19 Juni 1991 Kongres Amerika mengancam akan menghentikan bantuan militer dan mengenakan embargo kepada Yordania apabila tidak mengakui eksistensi Israel dan melakukan pertemuan perundingan dengan negara Yahudi itu sebagai usaha perdamaian kedua negara.
Kebutuhan dukungan dari AS atas keberadaan Israel menjagi urgen mengingat Israel berdiri di tanah Palestina, tanah yang seharusnya menjadi hak bagi bangsa Palestina. Perlawanan rakyat Palestina akan terus dilancarkan selama penjajah Israel masih bercokol di wilayahnya, dan hal ini sangat membahayakan bagi eksistensi Israel itu sendiri, di mana rakyat Palestina tentu akan memperoleh dukungan dari dunia Islam.
Umat Islam yang kini semakin merasakan kezaliman AS jika telah sadar dan menyadari secara penuh arogansi dan bahaya kebijakan AS tentu saja tidak akan tinggal diam untuk mengakhiri segala dominasi AS di Negara-negara Muslim. Namun tentu saja, hal ini akan jauh lebih efektif apabila solidaritas sesama umat Islam tumbuh secara ideologis dengan kekuatan politis yang didukung oleh suatu kekuatan Negara. Karena Islam adalah agama yang bukan hanya kompatibel, bahkan ia adalah inspirator kemajuan jaman atau modernisasi sebagaimana tertulis dalam bentangan sejarah 700 tahun the golden age of Islam. Wallahu a’lam












0 comments:

Post a Comment