Ads 468x60px

Saturday, February 27, 2010

PENGGALANGAN DANA UNTUK KORBAN GEMPA BUMI DI SUMBAR DAN JAMBI

Membumikan Islam dan meng-Islamkan Bumi

Membumikan Islam, dan Meng-Islamkan bumi
Oleh: Kiki Mikail, SQ.

PENDAHULUAN

         Islam Dilihat dari berbagai aspeknya, merupakan agama yang paling konkrit dan akomodatif, agama yang mengajarkan kasih sayang serta agama yang rahmatan lil alamin.
         Cita-cita islam yang begitu mulia dan luhur tersebut merupakan konsekuensi logis sebagai bukti adanya Allah Swt yang termanifestasikan dalam kitab suci Al-Qur’an (Q.S. 3:19) dan selanjutnya disampaikan kepada seluruh umat manusia melalui perantara rasul-Nya.
         Dilihat dari segi bahasa, kata “Islam” berasal dari bahasa arab “salima” yang artinya selamat. Kemudian, dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri secara total atau tunduk dan patuh kepada Allah Swt. Sebagaimana yang telah digambarkan dalam kitab suci Al-Qur’an: “Bahkan barang siapa Islam (menyerahkan diri) kepada Allah Swt, maka baginya pahala di sisi tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih” (Q.S. 2:112).
         Hanya melalui penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi.
Setidaknya, ada pula empat akar kata “Islam” yang mana satu sama lain saling berkaitan.
1. Aslama, artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerakan diri secara total kepada Allah Swt, dan sebagai konsekuensinya, ia harus siap mematuhi ketentuan hukum dan ajarannya.
2. Salima; Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan bahagia dan akan selamat dunia dan akherat.
3. Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri sendiri, melainkan juga harus mampu menyelamatkan orang lain dari ketersesatan dan kedzaliman (amar ma’ruf serta nahyi munkar) QS. 3:110.
4. Yang keempat adalah Salam. Yang berarti; Aman, damai dan sentosa. Kedamaian dan sentosa tersebut akan tercapai bila pemeluk Islam mengikuti ketentuan hukum kitab suci Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw.

         Dari keempat uraian diatas tersebut, dan dilihat dari segi etimologi dan terminologinya, maka dapat kita fahami dan tarik benang merahnya, bahwa Islam adalah agama yang paling paripurna yang ada dimuka bumi ini serta sesuai untuk semua zaman, ruang, masyarakat dan dalam berbagai kondisi apapun (Sholih li kulli zaman wal makan).
         Senada dengan apa yang pernah diutarakan oleh syeikh Yusuf al-Qardawi, maka kepatuhan dan ketundukan secara totaliter yang dilakukan oleh umat manusia adalah solusi tepat untuk mengantisipasi kebobrokan moral, dan sebagai jawaban dari pelbagai permasalahan yang muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat Islam pada khususnya, dan masyarakat dunia internasional pada umumnya.
         Selain itu, agama Islam yang rahmatan lil alamin ini juga mengajarkan kepada kita untuk saling memahami, mencintai dan menghargai perbedaan antar sesama umat manusia. Dengan demikian, maka akan lahirlah sikap toleransi (tasamuh) yang pada gilirannya akan menciptakan suatu kondisi yang mana manusia-manusia akan memiliki kecerdasan dan peradaban yang mulia. Karena pada hakikatnya, manusia adalah makhluk yang paling mulia diantara makhluk yang lain-lainya dan sebaik-baik ciptaan-Nya (QS. At-tin ayat 4). Dalam konteks ini, menciptakan suatu tatanan masyarakat yang di ridhoi oleh Allah Swt (Baldatun Thayyibatun wa rabbun ghofur) serta terwujudnya masyarakat yang cerdas dan beradab adalah merupakan misi utama di utusnya Rasulullah Saw ke muka bumi ini, sebagai suri tauladan dan sebagai penunjuk jalan bagi manusia yang menginginkan rahmat dan keridhoan Allah Swt.
         Hal ini sebagaimana yang telah dilukiskan dalam kitab suci al-Quran: “Sesungguhnya, telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah Swt dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut asma Allah”.

PENUTUP

         Kita semua menyadari, keterpurukan yang diderita dan dirasakan oleh umat Islam di seluruh pelosok dunia dewasa ini diakibatkan karena belum rapatnya barisan antara para ulama, tokoh, dan para pemimpin umat Islam dalam memerangi kemungkaran, kemiskinan dan kebodohan terhadap ilmu pengetahuan. Selain itu pula, kita belum mampu menyatukan kekuatan lahirian dan bathiniyah kita. Kita juga kerap kali terjebak dalam golongan-golongan tertentu dan menyalahkan golongan golongan yang lain, sementara golongan kitalah yang paling benar dan dibenarkan dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw.
         Anggapan kita bahwa kelompok kita yang paling benar sementara golongan yang lain adalah salah, merupakan virus yang telah menggurita dan telah meluluh-lantakkan sendi-sendi ukhuwah islamiyah yang telah dibangun sejak di utusnya Rasulullah Saw ke muka bumi ini. Kelompok yang memperjuangkan aspirasi masyarakat Islam melalui berbagai media, baik itu melalui politik, pendidikan, jejaring sosial maupun dakwah secara langsung ke masyarakat sebaiknya bergandengan tangan dan merapatkan barisannya, bukanlah saling menyalahkan dan mendeskreditkan, bahkan menyatakan kelompok yang lain sebagai Muslim yang sesat dan tidak kaffah.
         Kini, dizaman yang penuh kompetitif ini, sudah saatnya islam menunjukkan model beragama yang lebih religius, yang penuh dengan norma-norma kemanusiaan serta membumikan Islam dan mengislamkan bumi. Berlomba-lomba dalam kebaikan serta menegakkan amar maruf nahyi munkar dengan cara yang santun, dan lebih berpihak kepada kaum-kaum tertindas, membantu fakir miskin, menolak kekerasan, memerangi korupsi, teroroisme, meningkatkan ilmu pengetahuan serta menebar kedamaian si seluruh penjuru dunia. Wallahu a’lamu bi as-shawwab.