Ads 468x60px

Sunday, May 16, 2010

Mengenal Bapak Pendidikan Islam Indonesia; (KH. Hasyim Asyari dan KH. A. Dahlan)

Mengenal Bapak Pendidikan Islam Indonesia;
(KH. Hasyim Asyari dan KH. A. Dahlan)

Oleh : Kiki Mikail, SQ.

Pendahuluan
Telaah ilmiah terhadap perkembangan pemikiran islam dalam kehidupan sosial dan pendidikan Indonesia kontemporer tentunya tidak dapat kita pisahkan dari pemikiran dan perjuangan KH. Hasyim Asyari dan KH. Ahmad Dahlan. Dua sosok penting ini, selain berhak menyandang gelar pahlawan nasional juga berhak menyandang gelar sebagai bapak pendidikan Islam di tanah Air Indonesia. kiprah dan perjuangannya yang begitu sentral, utamanya di dalam bidang pendidikan telah menentukan arah pendidikan di tanah air, sebuah pendidikan yang berbasis keislamaan namun tetap sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman (al-muhafazhah alal qadim as-Shalih wal akhdu al-jadid al-aslah). Demikian juga, apabila kita telaah lebih mendalam, sosok yang sangat kharismatik dan dikenal tak pernah menyerah ini juga memiliki peran yang amat penting dalam pergolakan-perjuangan dan penjemputan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda dan Jepang.
Untuk mengapresiasi setinggi-tingginya perjuangan dan pemikiran kedua tokoh diatas, penulis akan berusaha sebaik mungkin, namun ringkas dalam mengupas sepak terjang dan perjuangan kedua tokoh tersebut dalam mewarnai dan menentukan arah pendidikan, keagamaan dan perpolitikan di tanah air Indonesia.
KH. Hasyim Asyari
Melukiskan sosok besar sekaliber KH. Hasyim Asyari serta pemikirannya yang sangat brilian tentunya bukanlah suatu hal yang mudah, karena ada kekhawatiran akan mereduksi gambaran sang tokoh dan karya-karyanya. Namun penulis berharap, semoga kekurangan-kekurangan yang ada dalam tulisan ini dapat merangsang dan memotivasi kita semua untuk terus menggali lebih dalam, baik seputar kelahiran, sosio-kultural, gagasan-gagasan besar dan peninggalan yang harus dirawat, serta pemikiran beliau yang dituangkan dalam karya kitab-kitanya yang monumental dan tersebar ditanah air.
Hadrat Asy-syaikh KH. Hasyim Asyari (lahir Jombang, Jawa Timur 14 Februari 1871 dan meninggal 25 Juli 1947) selain konseptor khittah perjuangan NU juga adalah pendiri organisasi massa Islam terbesar di Indonesia dan dunia[1]. Pemikiran dan perjuangannya yang tertuang dalam khittah perjuangan NU terlihat jelas dalam mewarnai pendidikan, perpolitikan dan syariat Islam di Tanah air. Tokoh penting yang telah meninggalkan kita berpuluh-puluh tahun yang silam ini juga telah melakukan gebrakan yang amat dahsyat dan telah meninggalkan warisan peradaban pemikiran yang amat berharga di tanah air. Kitabnya yang berjudul Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin yang beliau konsep sebagai batu dasar pendidikan Islam dan didasari oleh kesadaran akan perlunya literatur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan. Sehingga menurut beliau menuntut ilmu itu merupakan pekerjaan agama yang sangat mulia dan luhur sehingga orang yang mencarinya harus memperlihatkan etika-etika kesucian yang luhur pula.[2]
Gebrakan-gebrakannya dalam dimensi sosio kultural, keagamaan dan perpolitikan serta dalam mencetak ulama-ulama dan pemimpin Indonesia seperti : KH. Wahid Hasyim (Mantan Menteri agama RI, dan pendiri UIN Yogyakarta dan UIN Ciputat),[3] KH. Mustofa Bishri (Kiayi dan Budayawan), KH. Sahal Mahfuz (ketua rais am NU), KH. Abdur Rahman Wahid (Mantan Ketua PB NU dan Presiden RI) Prof. Dr. KH. Said Agil Siradz (Ketua Tanfidziah PB NU dan pemikir pembaharuan Islam) telah mengantarkan Indonesia menjadi negara yang berbasis Muslim terbesar namun tetap terlihat dihargai dan disegani diseluruh pelosok penjuru bumi.
Karya-karya dan pemikiran KH. Hasyim Asyari banyak yang dijadikan acuan dalam menjawab pelbagai persoalan dan problematika yang dihadapi masyarakat Indonesia. Misalnya, ketika umat Islam banyak yang belum faham persoalan tauhid atau aqidah, Kiai Hasyim lalu menyusun kitab tentang aqidah, diantaranya Al-Qalaid fi Bayani ma Yajib min al-Aqaid. Sebagai seorang ulama besar dan bapak pendidikan Islam Indonesia, K. H. Hasyim Asy’ari tentunya telah menyumbangkan banyak hal yang berharga bagi pengembangan peradaban di Indonesia, diantaranya adalah sejumlah sumbangan literatur yang berhasil ditulisnya seperti: (1) Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin, (2) Ziyadat Ta’liqat, (3) Al-Tanbihat Al-Wajibat Liman, (4) Al-Risalat Al-Jami’at, (5) An-Nur Al-Mubin fi Mahabbah Sayyid Al-Mursalin, (6) Hasyiyah ‘Ala Fath Al-Rahman bi Syarh Risalat Al-Wali Ruslan li Syekh Al-Isam Zakariya Al-Anshari, (7) Al-Durr Al-Muntatsirah fi Al-Masail Al-Tis’i Asyrat, (8) Al-Tibyan Al-Nahy’an Muqathi’ah Al-Ikhwan, (9) Al-Risalat Al-Tauhidiyah, (10) Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min Al-‘Aqaid.
Selain aktif dalam bidang dakwah, KH Hasyim Asyari juga aktif dalam perpolitikan nasional, itu terlihat ketika beliau terpilih sebagai ketua umum partai politik Masyumi pada tahun 1945. Dan Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, KH Hasyim Asyari diakui sebagai seorang pahlawan kemerdekaan nasional, suatu bukti nyata bahwa beliau bukan hanya tokoh utama agama, melainkan juga sebagai tokoh nasional Republik Indonesia.
KH. A. Dahlan
KH. Ahmad Dahlan (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 M dan Meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 M pada umur 54 tahun) adalah Pendiri organisasi massa Islam yang kemudian di sebut Muhammadiyah, yang konon memiliki anggota terbesar, di seantero dunia Islam. Beliau adalah seorang ulama besar tanah air, yang teguh dengan ketinggian ilmu dan keluhuran pribadinya, seorang reformis yang cerdas dan fenomenal. Beliau juga adalah pahlawan Nasional sesuai dengan surat keputusan Presiden RI no. 657 tahun 1961 dan apabila kita lihat dari silsilah keturunan, beliau termasuk keturunan yang kedua belas dari syeikh Maulana Malik Ibrahim (salah seorang yang terkemuka di antara walisongo), pelopor penyebaran agama Islam di tanah Jawa[4].
Sebetulnya, pada awal-awal penyebaran pemahaman dan gagasannya, KH. Ahmad Dahlan mendapat tantangan dan ujian yang sangat berat dengan ditolaknya ajaran beliau, karena pada waktu itu memang gagasan dan pemikirannya belum mampu diterima oleh masyarakat Indonesia yang masih “kolot”. Namun, berkat kesabaran dan keuletannya dalam mensyiarkan ajaran Islam, ajaran dan pemahaman ini mulai diterima terutama oleh keluaraga, karib kerabat dan teman sejawat beliau.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan (dengan nama kecil Muhammad Darwisy) mendirikan organisasi massa Islam untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal masyarakat Indonesia menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup sesuai dengan tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits dan menolak segala sesuatu yang memang datang bukan dari Islam. Kemudian, didirikanlah organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912. Dari semenjak awal berdirinya, KH. Ahmad Dahlan dengan tegas telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi organisasi bersifat sosial dan konsen bergerak dalam bidang pendidikan.
Dari situ, nampak sekali langkah-langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan, dengan merintis lembaga pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek iman dan kemajuan, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya
Untuk itu, tidak aneh kalau kita saksikan di seluruh daerah-daerah yang ada di Tanah air terdapat sekolah-sekolah Islam Muhammadiyah, dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga perguruan tinggi, karena sejatinya organisasi ini didirikan hanya untuk menjaga maratabat bangsa Indonesia dengan mencerdaskan masyarakat Indonesia melalui jalur pendidikan.
Langkah pembaharuan Islam yang orsinil lainnya dari sosok ulama kharismatik ini dapat kita lihat dalam pemahaman dan pengamalan beliau dalam surat Al-Maun. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun dari KH. Ahmad Dahlan merupakan contoh yang paling monumental yang berorientasi pada amal sosial dan kesejahteraan. Langkah monumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena menurut beliau Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan hubungan dengan Allah (hablum min Allah) an-sich, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal dan khas dari guru besar kita Kyai Ahmad Dahlan, sebagai bentuk dari gagasan dan sumbangsih pembaruan lainnya di negeri ini.
Selain itu, beliau ingin menjadikan Islam sebagai kekuatan yang dinamis untuk mentransformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia[5].
Suatu hal yang selalu penulis ingat dari ajaran guru kita KH. Ahmad dahlan, beliau dalam memaknai kata tajdid dalam Islam menurutnya mengandung dua pengertian, yakni pemurnian (purifikasi) dan pembaruan (dinamisasi). Pemurnian yang dimaksud oleh Ahmad dahlan adalah pembersihan ajaran Islam dari segala macam bentuk syirik kepada Allah serta pembersihan ajaran yang memang bukan dari Islam seperti bid’ah dan khurafat. Kemudian dalam bidang pemahaman terhadap ajaran agama Islam, beliau merombak taklid yang kemudian memberikan kebebasan dalam berijtihad. Sedangkan pembaharuan menurut beliau adalah umat Islam harus siap menerima pembaharuan selama itu baik untuk kejayaan dan kemajuan Islam serta tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah dasar ajaran Islam.
Selain itu, Mengenai peran akal, KH. Ahmad Dahlan memandang kenisbian akal dalam masalah akidah. Sehingga formulasi akal menurut beliau sebagai berikut : Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak dapat dicapai oleh akal dalam kepercayaan, sebab lanjutnya, akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang Dzat allah dan hubungan-Nya dengan sifat-sifat yang ada pada Allah Swt.
Penutup
Pemikiran dan perjuangan khususnya dalam bidang pendidikan dari kedua tokoh ini patut untuk kita jadikan suri teladan terutama dalam usaha-usaha mereka dalam mencerdaskan bangsa Indonesia di tengah kolonialisasi penjajahan Belanda dan Jepang. Peranan dan ketokohan KH Hasyim Asyari dan KH. Ahmad Dahlan dikalangan Masyarakat Indonesia selain sangat sentral tetapi kini menjadi tipe utama seorang pemimpin. Berkat kejeniusannya, mereka telah berhasil mencetak alim ulama dan para pemimpin Republik Indonesia dari generasi ke generasi. Untuk itu, ke depan kita berharap semoga bangsa Indonesia dapat terus melahirkan tokoh-tokoh yang bertipikal dan berpendirian seperti mereka, sehingga bangsa ini dengan sendirinya menjadi bangsa yang cerdas dan disegani di mata dunia.





DAFTAR PUSTAKA
· Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern dari tahun 1200-2008, Jakarta: PT Serambi Ilmu semesta 2008
· Effendi, Djohan, Pembaharuan Tanpa Membongkar Tradisi, Jakarta: Kompas Maret 2010
· Asyari, Suaidi, Nalar Politik NU dan Muhammadiyah, Yogyakarta: LkiS 2009
· A. Mujib, Dkk. Intelektualisme Pesantren, Jakarta : PT. Diva Pustaka 2004
· Sutrisno, Kutojo dan Safwan, Mardanas, KH. Ahmad Dahlan: Riwayat hidup dan perjuangannya, Bandung: Angkasa 1991
· Salam, Yunus, Riwayat Hidup KHA. Dahlan. Amal dan perjuangannya. Jakarta: Depot Pengadjaran Muhammadijah 1968.
·

[1] Djohan Effendi, Pembaharuan Tanpa Membongkar Tradisi, h 1, Jakarta: Kompas March 2010
[2] A. Mujib, Dkk., Intelektualisme Pesantren, PT. Diva Pustaka. Jakarta. 2004 h. 321
[3] Djohan Effendi, Pembaharuan Tanpa Membongkar Tradisi, h 6, Jakarta: Kompas March 2010
[4] Kutojo, Sutrisno dan Mardanas Safwan, K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan perjuangannya. Bandung: Angkasa 1991.
[5] http://www.suara-muhammadiyah.or.id

0 comments:

Post a Comment