Ads 468x60px

Sunday, January 2, 2011

Mendukung dan Mengembangkan Ekonomi Islam Layaknya Bernafas


Pendahuluan

Penulis sebenarnya tertarik dengan sebuah kenyataan bahwa orang yang  tidak makan bisa bertahan hidup sampai 8 minggu dengan catatan masih mengkonsumsi air, tapi itu tergantung kondisi tubuhnya, kalau lemah hanya bisa bertahan 10-14 hari saja. Dan orang tidak minum bisa bertahan sampai 3-5 hari, akan tetapi orang tidak bernafas hanya bisa bertahan beberapa menit saja. Seorang pesulap David Blaine, mampu menahan nafas lebih dari 17 menit, ini mungkin adalah sebuah rekor supranatural, yang terlepas dari hukum kebiasaan. Ini sebuah kanyataan yang kemudian dilanjutkan dengan sebuah kenyataan lanjutan bahwa orang bernafas hanya sebatas menghirup dan mengeluarkannya kembali, padahal dalam hal tersebut bernafas adalah yang paling penting, diantara makan dan minum.

Tidak pernah penulis temukan orang menyimpan nafasnya untuk persediaan nafas satu hari berikutnya, seperti ketika orang mau melaksanakan ibadah puasa. Kebiasaannya adalah melaksanakan ibadah sahur pada malam harinya, ini dimaksudkan untuk menyediakan energy bagi tubuh dalam melaksanakan aktivitas satu hari berikutnya. Jadi orang bernafas didasari pada kenyataan bahwa mereka butuh dan tidak pernah lebih dari kadar yang mereka butuhkan, padahal alam telah dengan bebas menyediakan udara untuk kita hirup.

Dalam konteks hubungan dengan ekonomi syari’ah penulis ingin mengungkapkan bahwa dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 85,2% adalah beragama islam, namun pada tahun 2007 market share bank syari’ah di Indonesia hanya 1,7%, dan kemudian naik menjadi 2,08% pada tahun 2008. Sungguh suatu fakta yang sangat mengenaskan, di mana umat islam terbanyak di dunia namun kurang mampu mengembangkan ekonomi yang sesuai dengan keyakinan sebagian besar penduduknya. Malah Negara tetangga lebih agresif untuk mengembangkan potensi bisnis syari’ah tersebut.

Akankah keberadaan umat islam yang banyak ini, terutama di Indonesia hanya menjadi pasar penjualan produk, bukannya mampu berdiri dan mengembangkan diri dan tidak kehilangan jati diri. Negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim bukanlah Negara miskin sumber daya, tapi mengapa kondisi social ekonomi mereka rata-rata mengenaskan.

Adakah sesuatu yang salah dalam mendorong perkembangan ekonomi syari’ah Indonesia atau di dunia saat ini? Perlu kita lihat bersama faktor-faktor yang dapat mendorong perkembangan ekonomi syari’ah yang dalam hal ini masih di wakili oleh institusi perbankan dan asuransi. Dalam hal ini penulis mencoba mengelompokkan beberapa element yang dapat mempengaruhi pengembangan ekonomi syari’ah menjadi beberapa hal dibawah ini:

1.    Masyarakat (sebagai pemilik dana dan pengguna dana);

2.    Institusi perbankan dan institusi lainnya ( sebagai manajer investasi dana pihak ketiga);

3.    Pemerintah (sebagai regulator dan stimulator)

4.    Adat dan kebiasaan yang berkembang secara umum.

5.   Faktor lain.

Pembahasan

Kalo kita kembalikan kepada kebiasaan manusia untuk bernafas, kita harus coba menggunakan pendekatan ini untuk mengembangkan ekonomi yang berdasarkan keyakinan agama yang dianut sebagian besar penduduk Indonesia.  Bagaimana besarnya peluang untuk mengembangkan ekonomi syari’ah di Indonesia karena tersedianya pangsa pasar yang luas dan masih terbuka lebar, sehingga tidak jarang dalam persaingan dengan bank konvensional, bank islam masih menggunakan pendekatan aplikasi bank bank konvensional. 

Karena nasabah bank di Indonesia masih dikategorikan sebagai floating costumer, sehingga untuk memenangkan persaingan satu dengan yang lain harus memperhatikan pesaingnya.  Mari  kita coba perhatikan fakor-faktor yang dapat mendorong perkembangan bank syari’ah secara lebih jauh:
1.   Masyarakat Sebagai pemilik dana dan pengguna dana.

Kalau kita perhatikan secara lebih teliti masyarakat di Indonesia sering menjadi masyarakat yang mudah kaget (kagetan) begitu melihat sesuatu fenomena baru. Hal ini terbukti juga ketika bank syari’ah di Indonesia mulai beroperasi yang diawali oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991, awalnya kurang mendapatkan respon dari masyarakat. Namun ketika bank tersebut mampu bertahan dari badai krisis masyarakat secara signifikan mempercayakan penitipan dananya ke bank-bank sejenis. Hal ini di tambah dengan beberapa keuntungan yang tak jarang nisbah bagi hasil yang didapatkan oleh penabung lebih besar dan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan menabung di bank konvensional. Yang pada akhirnya terjadi penumpukan pada sisi kredit perbankan dan kurang bisa tersalurkan secara maksimal.

Pun juga kalau diamati masyarakat yang mengajukan permintaan pembiayaan kepada bank syari’ah masih relative kecil, memang diakui bahwa asset bank syari’ah tidak sebesar bank konvensional. Karena memang di Indonesia masih sekitar 18 tahun beroperasi, tapi perkembangan per tahun bank syari’ah menunjukkan angka yang menggembirakan, baik itu pertambahan asset penyaluran dana dan market share.

Masyarakat memegang peranan penting dalam mengembangkan perekonomian islam, apalagi mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Kalau kita mencoba memanfaatkan jasa perbankan syari’ah (Baik itu dalam hal saving, dan Pembiayaan) layaknya orang bernafas, maka perkembangan sektor perbankan syari’ah  akan lenih dahsyat lagi. Karena setiap orang merasa butuh untuk menghirup dana dengan system syari’ah dan menghembuskan kelebihan dananya dengan system syariah. Dan tidak menjadikan kelebihan dana, untuk mencari keuntungan dengan membungakannya seperti pada bank konvensional karena itu lebih aman, keuntungan yang di proyeksikan lebih terjamin karena ditetapkan diawal.

 Prinsip kelebihan dana dalam hal saving adalah untuk mengamankan harta kita, dan berusaha memutarkan kelebihan harta untuk lebih produktif. Sehingga kita tidak tergolong orang-orang yang menumpuk-numpuk harta, tetapi kelebihan harta yang kita miliki dapat bermanfaat untuk orang lain dalam bentuk pembiayaan yang berbasis profit and loss sharing (PLS). Dan paradigma menabung untuk sekedar mencari keuntungan harus dirubah, menjadi paradigma menabung adalah investasi. Sehingga kita tidak hanya bertahan dengan sikap ongkang-ongkang kaki menunggu bunga uang tabungan, tanpa peduli uang yang kita simpan disalurkan kepada jalan yang halal atau tidak.
2.   Institusi perbankan dan institusi lainnya (sebagai manajer investasi dana pihak ketiga)

Institusi perbankan sebagai pelaksana konsep perekonomian syari’ah ini harus lebih peka dalam mengakomodir keluhan masyarakat, bahwa bank syari’ah bukan hanya bank konvensional yang berubah bungkus. Tetapi memang memiliki karakteristik yang mampu membedakan dirinya sendiri dengan bank konvensional.

Kalau kita perhatikan kenapa masyarakat sering menganggap bank syari’ah tidak berbeda jauh dengan bank konvensional atau hanya sekedar merubah kemasan. Ini diakibatkan oleh penyaluran dana yang bertumpu pada akad murabahah (jual beli), memang dalam akad ini bank lebih tertarik karena faktor resiko yang ditimbulkan oleh akad ini relative lebih kecil karena margin keuntungan yang disepakati oleh bank dan nasabah ditetapkan diawal.

Padahal sebenarnya yang membedakan dengan bank konvensional adalah pada akad mudharabah dan musyarakah dimana kedua akad ini bertumpu pada metode PLS. Dan diharapkan dengan penggunaan akad ini sektor riil lebih terdorong dengan baik, karena hubungan bank dengan nasabah pengguna dana tidak bersifat eksploitatif sebagai pola kreditur dan debitur tapi pola kemitraan yang sejajar. Tapi nasibnya tragis akad ini diseluruh dunia digunakan hanya sekitar 0.5%, dan di Indonesia akad murabahan mencapai 62,87%, musyarakah 11,65%, mudharabah 19,66%  pada tahun 2006.

Kalau kita kembalikan kepada layaknya orang bernafas, bank tidak perlu mengejar dana yang terlalu besar. Tetapi sebaiknya istiqomah dalam menjalankan konsep yang dipercaya sebagai konsep terbaik tersebut. Tetapi memang sulit dipungkiri sebagai lembaga profit oriented bank lebih memilih menyalurkan dananya kepada sektor yang mengutungkan dan kemanan dana pihak ke tiga bisa terjamin.   

3.   Pemerintah (sebagai regulator dan stimulator)
Pemerintah memang terkesan lambat dalam memahami perlunya pengembangan lembaga keuangan syari’ah, padahal lembaga ini telah dua kali membuktikan bisa bertahan dari ancaman krisis keuangan. Memang beberapa peraturan terkait telah dikeluarkan khusus seputar bank syari’ah, misalnya :
UU No. 19 dapat disebut sebagai upaya pemerintah meningkatkan porsi pembiayaan pembangunan nasional melalui skema pembiayaan syariah dari obligasi negara dan surat berharga lainnya yang memang memiliki peluang besar bagi Indonesia untuk memperolehnya dari investor Timur Tengah maupun ummat Islam Indonesia sendiri. Adapun UU No. 21/2008 yang secara khusus membahas perbankan syariah merupakan upaya pemerintah dalam menguatkan kontribusi lembaga keuangan syariah dalam memperkokoh pembangunan nasional.

Namun yang di harapkan oleh pelaku pasar pemerintah juga bisa memberikan insentif pajak, sehingga perkembangan bank syari’ah bisa terdorong ke arah yang lebih baik lagi. Seperti apa yang dilakukan oleh pemerintah Dubai memberikan fasilitas pembebasan pajak berlaku selama 50 tahun dan bisa diperpanjang 50 tahun lagi sehingga menjadi 100 tahun. Di Malaysia lebih pendek, yakni Selama 10 tahun dan bisa diperpanjang kembali selama 10 tahun jadi 20 tahun.
4.   Adat dan kebiasaan yang berkembang secara umum.

Perlu juga dikembangkan  juga sebuah pemahaman secara holistic di dalam pola pikir masyarakat, bahwa islam tidak hanya terbatas kepada ritual vertical dengan Allah,SWT. Akan tetapi juga menyangkut muamalah dengan sesama umat manusia. Dalam hal ini pesantren yang dari dulu menjadi ujung tombak pergerakan dan pemelihara peradaban islam, perlu terus istiqomah memberikan pemahaman kepada umat, dan terus memberikan saran kritis untuk kemajuan perekonomian islam.

Penutup
Perekonomian islam hari demi hari terus mengalami perkembangan, dan terus menjadi pusat perhatian baik itu karena prestasinya ataupun kontroversialnya. Namun kritikan bukanlah menjadi pukulan untuk mundur, dan pujian maupun penghargaan bukanlah akan menjadikannya terbuai dan lupa daratan. Oleh sebab itu pengembangan ekonomi syariah layak menjadi perhatian seluruh umat dari semua elemen (baik itu sebagai pengguna dana, pelaksana, maupun regulator), jika semuanya menganggap bahwa pengembangan ekonomi syari’ah penting layaknya orang bernafas, insya allah ekonomi islam akan segera menemukan jati dirinya.

0 comments:

Post a Comment